Ada Sebuah anak yang bernama ridwan. Ia adalah anak dari
pasangan Ibu Sulastri dan Bapak Hendra. Ridwan ada anak satu-satunya. Ia
masih berumur 14 Tahun (Kelas 3 Smp) Hidup ia sangatlah sulit ayahnya
seorang nelayan, dan ibunya hanyalah Ibu rumah tangga. Pendapatan
ayahnya pun tidak menentu tergantung hasil nelayannya, kadang sedikit
kadang juga pas-pasan.
Pagi Hari, aktivitas ridwan sama seperti anak-anak yang seumurannya
yaitu sekolah, ia bersekolah di sekolah negeri dekat rumahnya. Ia
termasuk anak yang digolongkan sebagai anak yang agak malas.
Dipikirannya pun hanya memikirkan bermain saja. Tetapi dia anak yang
tidak banyak ulah dan mudah mencari teman, dan juga bersosialisai
Pada saat bel istirahat dibunyikan, Ia sedang asik mengobrol dengan
teman-temannya di dekat lapangan. Tiba-tiba ia dipanggil oleh Ibu
Jumansih. Ibu Jumansih ialah wali kelas ridwan, Ia menyuruh ridwan untuk
ke ruangannya. Lalu Bu Junarsih berkata kepada ridwan untuk melunasi
biaya SPP yang sudah menunggak 4 bulan. Dan gurunya berkata apabila dia
tidak melunasi dia tidak akan bisa ikut melaksanakan Ujian Nasional (UN)
Saat pulang sekolah, di jalan menuju rumah sambil memikirkan
bagaimana cara berkata kepada orangtuanya untuk segera membayar SPP
sekolah, Ia juga memikirkan ekonomi keluarganya yang sedang sulit, Ia
melihat ada bendera kuning di depan rumahnya. Ridwan langsung bergegas
lari ke dalam rumahnya. Dan apa mau dikata ternyata ibunyalah yang
terbaring kaku disana. Lalu, ridwan berteriak “Ibu… Ibu… Mengapa ibu
terlalu cepat meninggalkanku, aku belum sempat membahagiakanmu Ibu…”
Dipeluklah sang Ibu yang ia sayangi itu dan sudah tak bernapas itu.
Ayahnya pun segera menenangkan Anaknya itu. Ayahnya pun memberitahu
anaknya bahwa penyakit yang diderita ibunya itu adalah penyakit kanker
dan ibunya itu tidak pernah memberitahu kepada mereka, menyembunyikan
hal itu sendiri. Karena ibunya tak mau ayah dan anaknya itu sedih
memikirkan dirinya. Ridwan pun terus menangis sampai jasad ibunya pun
dikubur.
7 Hari setelah ibunya meninggal. Ia pun sangat terpukul akan hal itu.
Di rumahnya pun ia hanya sendiri, ayahnya pergi berlayar untuk beberapa
minggu. Ridwan pun belum masuk sekolah. Karena masih terpukul atas
kepergian ibunya. Lalu ia berfikir, saat ibunya meninggal ia pun belum
membahagiakan ibunya, ia pun tidak mau hal itu terulang lagi pada
ayahnya, ia sangat takut apabila kehilangan ayahnya kembali. Jadi ia
akan segera berusaha untuk rajin belajar, mencari penghasilan sendiri
agar tidak memberatkan beban ayahnya. Dan kemudian, Ridwan pun langsung
bangkit dari keterpurukan semangatnya pun kembali terisi dan dia siap
berjuang untuk membuat orang yang satu-satunya ia punya yaitu ayahnya
bahagia.
Setelah itu ia pun segera bekerja apapun yang menghasilkan uang.
Untuk membayar SPP sekolahnya, Agar ia bisa ikut Ujian Nasional (UN).
Dan dia juga akan berusaha belajar segiat mungkin agar mendapat juara,
dan juga bisa membahagiakan orangtuanya, terutama ayahnya.
Keesokan harinya ia pun mulai bersekolah kembali dengan semangat yang
baru, di sekolah pun ia sangat berkonsentrasi saat memperhatikan guru.
Bu Junarsih pun heran tumben sekali ridwan begitu serius dengan
pelajaran sekolah, Ia pun berpikir apakah ini dampak atas ditinggal oleh
ibunya. Setelah diperhatikan selama 3 minggu ridwan pun ada kemajuan,
Ia mendapat peringkat ke-3 pada ujian semester 2. Itu yang membuat Bu
Junarsih simpatik kepadanya dan Ibu Junarsih pun membantu ridwan untuk
membayar kekurangan SPP yang diderita ridwan dan juga mengajak ridwan
les private khusus untuk menghadapi UN yang tinggal sebentar lagi itu.
Bu Junarsih yakin bahwa ridwan mempunya semangat yang keras.
3 minggu kemudian, ia sedang belajar di rumah untuk persiapan UN.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Lalu, ia bergegas untuk
membuka pintu dan berharap ayahnya yang akan datang. Setelah dibuka
ternyata bukan ayahnya. Ternyata adalah teman ayahnya, ia memanggilnya
dengan paman Udjo dan ia memberitahu si Ridwan bahwa ayahnya akan datang
pada waktu dekat ini, dan ridwan pun senang mendengar hal itu.
1 Minggu kemudian, UN telah ia lalui dengan mudah dan Ridwan pun
yakin dia akan meraih hasil yang bagus. Saat sorenya, Pengumuman
kelulusan pun sudah terpampang di Mading. Dan ia sangat senang bahwa ia
mendapat nilai UN tertinggi di Provinsinya, Ia pun akhirnya mampu
membuat ayahnya gembira. Bu Junarsih pun segera memanggil ridwan dan
mengucapkan selamat kepadanya, tidak sia-sia ia mengajarkannya les
private setiap hari. Dan ia juga memberitahu ridwan bahwa dia bebas
memilih SMA yang ia pilih dan tidak dipungut biaya hingga lulus.
Kemudian, ia juga berterima kasih kepada gurunya yang telah membantunya
dari Uang SPP hingga les private dan ia sudah menganggap bahwa gurunya
itu adalah ibunya juga. Ia juga berpikir kalau tidak ada Bu Junarsih dia
tak mungkin bisa seperti ini.
Setelahnya ia pun segera ke pantai untuk menyusul ayahnya dan
memberitahu akan hal ini, “Ayah pasti akan gembira mendengarnya” Ucap
ridwan dengan penuh kegembiraan. Sesampainya di tepi pantai ia pun
bertemu dengan Paman Udjo yang pernah datang ke rumahnya. Ia pun
bertanya kepada Ridwan “Sedang Apa Kamu Disini”. Lalu ridwan menjawab
“aku akan menjemput ayahku, apakah ayahku sudah pulang?”. Dengan berat
hati paman Udjo pun berkata bahwa ayahnya sudah meninggal karena terkena
badai laut dan ayahnya terkena benturan keras dengan karang. Ridwan pun
bergegas ke rumahnya dengan diantar oleh Paman Udjo dan Ridwan pun itu
hanyalah lelucon, Karena yang ia tahu paman Udjo senang sekali
berlelucon.
Sesampainya di rumah, benar apa yang dikatakan oleh paman Udjo. Bahwa
ayahnya telah meninggal. Ia pun hanya diam dengan badan yang lemas dan
Ia pun sangat marah kepada Tuhan mengapa ia tidak diizinkan untuk
membahagiakan orangtuanya. Nilai UN yang ia banggakan kini pun menjadi
sirna dan tidak ada artinya lagi. Dia pun gagal membahagiakan
orangtuanya lagi dan Ridwan pun sekarang hanya hidup sebatang kara.
Walaupun Bu Junarsih sudah menawarkan untuk tinggal bersamanya. Tetapi
ridwan masih belum menjawab ajakan guru itu. Karena masih terpukul akan
kejadian yang ia derita.
Dia pun menyendiri di rumah setelah beberapa hari kepergian ayahnya.
Lalu saat sore hari, ia berjalan-jalan di pinggir pantai dan menatap
matahari sambil memikirkan kehidupannya yang penuh cobaan ini. Tiba-tiba
ada seseorang kakek lewat dan berkata kepada ridwan “Hey nak, janganlah
kau berputus asa. jalanmu masih panjang nak, ayah dan ibumu masih ada
di sisimu mengawasimu dan mereka sangat ingin melihatmu sukses.” Setelah
selang beberapa detik, Ia pun melihat ke arah kakek-kakek yang
berbicara kepadanya dan ia tidak melihat seorang pun di pantai itu.
Lalu, ridwan segera lari ke rumah dan segera berkemas untuk pindah ke
tempat gurunya yang sudah ia anggap sebagai ibu asuhnya sendiri. Bu
Sunarsih pun sangat menerima kedatangannya ridwan. Dan Ridwan pun
akhirnya tinggal di tempat bu Sulastri dan akan terus berjuang kedepan
dan mencapai cita-cita yang ia inginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar