Pada waktu dahulu hiduplah sepasang suami istri yang
mempunyai dua anak yang bejenis kelamin laki-laki semua. Beberapa bulan
kemudian sang istri pun meninggal dunia karena ia mempunyai penyakit
yang sangat parah sehingga tidak dapat diobati dan ia pun meninggalkan
kedua anaknya beserta suaminya.
Di suatu ketika ayah dari kedua anak tersebut bekerja keras dan berusaha untuk menghidupi kedua anaknya dengan cara apapun agar kedua anaknya itu bisa sekolah kejenjang yang tinggi.
Kedua anak tersebut yang bernama Ridwan dan Wawan itu satu sama lainnya saling melengkapi dan tidak pernah bermusuhan apalagi bertengkar, walaupun mereka kehidupannya amat sederhana. Ketika kakaknya yang bernama Ridwan menginjak umur 14 tahun yang baru saja duduk di kelas 2 SMP itu sedangkan adiknya yang bernama Wawan yang baru duduk di bangku kelas 5 SD. Ayah dari kedua anak tersebut sangatlah berjuang demi apapun yang penting anaknya bisa bahagia walau ia tidak perduli apa nanti yang akan tertimpa olehnya, yang sekarang ayahnya itu bekerja sebagai kuli bangunan di sebuah perumahan.
Saat itu ayah mereka menimpa sebuah kecelakaan yang amat serius pada bagian kakinya yang terkena besi-besi bangunan yang sangat lumayan berat sekali sehingga kakinya tersebut harus diamputasi. Ridwan dan Wawan sangat bingung dan sedih sekali, mereka tidak tau harus bagaimana caranya agar bisa mengobati dengan secara modrn dan sedangkan mereka hanyalah keluarga yang sederhana dan untuk makan pun hanya apa adanya, apalagi untuk membiayai biaya rumah sakit dan persalinan ayahnya. Dan akhirnya mereka berfikir apakah di antara mereka harus mengalah untuk keluar dari sekolah dan tidak melanjutkannya sebab untuk mencari biaya pengobatan ayahnya. Dan akhirnya adiknya yang bernama Wawan pun ia rela keluar dari sekolah demi ayahnya yang sakit itu dan kakaknya yang ingin mengejar suatu impiannya. Wawan tidak mau melihat keluarganya menangis dan bersedih dan ia ingin membahagiakan kakaknya dan ayahnya agar bisa tersenyum gembira.
Lima tahun kemudian Ridwan dan Wawan ditinggal pergi untuk selamanya lagi oleh ayahnya yang tercinta itu dan mereka hidup hanya berdua saja. Wawan yang hanya kini keluar dari sekolahnya ia sekarang bekerja sebagai buruh panggul di pasar tradisional, dengan alasan ia ingin mewujudkan impian kakaknya itu yang ingin menjadi MANAGER PERUSAHAAN. Kini kakaknya Ridwan sekolah di vakultas kebisnisan yang dibiayai dengan hasil dari kerja keras adiknya itu.
Suatu ketika adiknya pergi meninggalkan kakaknya dengan alasan ia tidak mau memalukan kakaknya di depan teman-temannya sebab malu dengan keadaan adiknya. Dan beberapa hari, minggu dan bulan Ridwan selalu mencari-cari adiknya itu tetapi pencarian itu sunnguh tidak dapat hasil sedikitpun yang ada ia hanya salah orang saja ketika ia mencari sang adik tercintanya itu.
Disaat perjalan pulang dari sekolahnya itu Ridwan melihat Wawan adiknya yang sedang duduk di pinggir jalan sambil membawa koran dengan pakaian yang compang-camping tidak karuan, Ridwan sangat sedih hatinya terasa bersalah melihat adiknya seperti itu dan sedangkan dia di rumah makan dengan yang enak dan berkehidupan yang layak tapi kenpa adiknya seperti itu?. Lalu Ridwan memanggil adiknya “Wawannn…”, Wawan pun menoleh ke belakang tetapi bukannya ia menyaut kakaknya ia malah pergi dan lari entah kemana. Ridwan merasa ia bersalah besar kepada adiknya dan merasa bahwa ia telah menelantarkan adiknya.
Dua tahun telah berlalu dan Ridwan pun masih mencari adiknya yang kini entah kemana ia pergi dan ia tinggal. Disaat pertama kali Ridwan melihat adiknya ia langsung berteriak memanggil namanya dan mengejarnya sampai ia benar-benar mendapatkan adiknya, dan lalu Ridwan bertanya “kenapa kau selalu menghindar dariku wan?”, wawan hanya terdiam seolah ia tak mendengar pembicaraan kakaknya. “wan jawab mengapa kau seringkali menghindar ketika aku memanggil namanmu? Apakah aku bersalah kepadamu apakah kau benci padaku katakanlah wan?”, “tidak! Aku sama sekali tidak membencimu dan sama sekali kakak tidak bersalah kepadaku.” Jawab adiknya dengan muka yang kecut, “tapi kenapa kau selalu menghindar ketika aku panggil namamu?” bujuk kakaknya, “aku bersalah aku takut memalukanmu kak!” jawab dengan lesunya, “kau tidak bersalah dan kau tidak memalukan aku, tapi aku yang membuatmu merasa malu. Aku sekarang sukses itu karena mu wan, dan aku ingin kita hidup bersama lagi dan kau selalu ada di sampingku menemaniku disaat suka maupun duka bukan seperti ini yang kau selalu menghindar terus dari aku wan?” terus membujuk adiknya. Tapi Wawan terus pergi dan tak mau melhat kakanya, ia hanya ingin kakaknya bahagia tanpa seorang adik yang selalu mengganggunya dan ia ingin melihat kakaknya hidup bahagia dan sukses tanpa seorang adik yang dulu ia selalu dimarahi oleh ayahnya.
Wawan merasa bersalah pada kakaknya karena dahulu yang selalu disayang itu Wawan bukan Ridwan maka dari itu Wawan ingin membalasnya dengan mewujudkan impiannya tanpa seorang adik yang selalu membuatnya marah dan kesal. Wawan ikhlas demi apapun yang ia lakukan terhadap kakaknya itu tanpa ia melihat kehidupan ia sekarang yang menjadi buruh di pasar ataupun penjual koran jalanan.
Di suatu ketika ayah dari kedua anak tersebut bekerja keras dan berusaha untuk menghidupi kedua anaknya dengan cara apapun agar kedua anaknya itu bisa sekolah kejenjang yang tinggi.
Kedua anak tersebut yang bernama Ridwan dan Wawan itu satu sama lainnya saling melengkapi dan tidak pernah bermusuhan apalagi bertengkar, walaupun mereka kehidupannya amat sederhana. Ketika kakaknya yang bernama Ridwan menginjak umur 14 tahun yang baru saja duduk di kelas 2 SMP itu sedangkan adiknya yang bernama Wawan yang baru duduk di bangku kelas 5 SD. Ayah dari kedua anak tersebut sangatlah berjuang demi apapun yang penting anaknya bisa bahagia walau ia tidak perduli apa nanti yang akan tertimpa olehnya, yang sekarang ayahnya itu bekerja sebagai kuli bangunan di sebuah perumahan.
Saat itu ayah mereka menimpa sebuah kecelakaan yang amat serius pada bagian kakinya yang terkena besi-besi bangunan yang sangat lumayan berat sekali sehingga kakinya tersebut harus diamputasi. Ridwan dan Wawan sangat bingung dan sedih sekali, mereka tidak tau harus bagaimana caranya agar bisa mengobati dengan secara modrn dan sedangkan mereka hanyalah keluarga yang sederhana dan untuk makan pun hanya apa adanya, apalagi untuk membiayai biaya rumah sakit dan persalinan ayahnya. Dan akhirnya mereka berfikir apakah di antara mereka harus mengalah untuk keluar dari sekolah dan tidak melanjutkannya sebab untuk mencari biaya pengobatan ayahnya. Dan akhirnya adiknya yang bernama Wawan pun ia rela keluar dari sekolah demi ayahnya yang sakit itu dan kakaknya yang ingin mengejar suatu impiannya. Wawan tidak mau melihat keluarganya menangis dan bersedih dan ia ingin membahagiakan kakaknya dan ayahnya agar bisa tersenyum gembira.
Lima tahun kemudian Ridwan dan Wawan ditinggal pergi untuk selamanya lagi oleh ayahnya yang tercinta itu dan mereka hidup hanya berdua saja. Wawan yang hanya kini keluar dari sekolahnya ia sekarang bekerja sebagai buruh panggul di pasar tradisional, dengan alasan ia ingin mewujudkan impian kakaknya itu yang ingin menjadi MANAGER PERUSAHAAN. Kini kakaknya Ridwan sekolah di vakultas kebisnisan yang dibiayai dengan hasil dari kerja keras adiknya itu.
Suatu ketika adiknya pergi meninggalkan kakaknya dengan alasan ia tidak mau memalukan kakaknya di depan teman-temannya sebab malu dengan keadaan adiknya. Dan beberapa hari, minggu dan bulan Ridwan selalu mencari-cari adiknya itu tetapi pencarian itu sunnguh tidak dapat hasil sedikitpun yang ada ia hanya salah orang saja ketika ia mencari sang adik tercintanya itu.
Disaat perjalan pulang dari sekolahnya itu Ridwan melihat Wawan adiknya yang sedang duduk di pinggir jalan sambil membawa koran dengan pakaian yang compang-camping tidak karuan, Ridwan sangat sedih hatinya terasa bersalah melihat adiknya seperti itu dan sedangkan dia di rumah makan dengan yang enak dan berkehidupan yang layak tapi kenpa adiknya seperti itu?. Lalu Ridwan memanggil adiknya “Wawannn…”, Wawan pun menoleh ke belakang tetapi bukannya ia menyaut kakaknya ia malah pergi dan lari entah kemana. Ridwan merasa ia bersalah besar kepada adiknya dan merasa bahwa ia telah menelantarkan adiknya.
Dua tahun telah berlalu dan Ridwan pun masih mencari adiknya yang kini entah kemana ia pergi dan ia tinggal. Disaat pertama kali Ridwan melihat adiknya ia langsung berteriak memanggil namanya dan mengejarnya sampai ia benar-benar mendapatkan adiknya, dan lalu Ridwan bertanya “kenapa kau selalu menghindar dariku wan?”, wawan hanya terdiam seolah ia tak mendengar pembicaraan kakaknya. “wan jawab mengapa kau seringkali menghindar ketika aku memanggil namanmu? Apakah aku bersalah kepadamu apakah kau benci padaku katakanlah wan?”, “tidak! Aku sama sekali tidak membencimu dan sama sekali kakak tidak bersalah kepadaku.” Jawab adiknya dengan muka yang kecut, “tapi kenapa kau selalu menghindar ketika aku panggil namamu?” bujuk kakaknya, “aku bersalah aku takut memalukanmu kak!” jawab dengan lesunya, “kau tidak bersalah dan kau tidak memalukan aku, tapi aku yang membuatmu merasa malu. Aku sekarang sukses itu karena mu wan, dan aku ingin kita hidup bersama lagi dan kau selalu ada di sampingku menemaniku disaat suka maupun duka bukan seperti ini yang kau selalu menghindar terus dari aku wan?” terus membujuk adiknya. Tapi Wawan terus pergi dan tak mau melhat kakanya, ia hanya ingin kakaknya bahagia tanpa seorang adik yang selalu mengganggunya dan ia ingin melihat kakaknya hidup bahagia dan sukses tanpa seorang adik yang dulu ia selalu dimarahi oleh ayahnya.
Wawan merasa bersalah pada kakaknya karena dahulu yang selalu disayang itu Wawan bukan Ridwan maka dari itu Wawan ingin membalasnya dengan mewujudkan impiannya tanpa seorang adik yang selalu membuatnya marah dan kesal. Wawan ikhlas demi apapun yang ia lakukan terhadap kakaknya itu tanpa ia melihat kehidupan ia sekarang yang menjadi buruh di pasar ataupun penjual koran jalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar